Sabtu, 01 Maret 2014

Then When It's Your Choice, It's Whole Lot Better You to Have a Voice

Berbicara mengenai pilihan, tahukah anda kalau pilihan anda di hari kemarin akan menentukan anda di hari esok? Kalau belum tahu, ada baiknya simak saya bercerita mengenai pilihan. Saya sedang diajari tentang konsekuensi yang hadir dalam setiap pilihan yang kita ambil. Adalah seorang wanita bernama Nila yang mengajarkan saya itu. Sebuah pelajaran hidup penting yang boleh dibilang terlambat untuk saya terima. Sebelum ini, saya tidak pernah belajar dan paham akan sebuah arti pilihan.

Kisah dimulai saat saya memutuskan untuk kuliah di Surabaya, di sana menjelang tahun ketiga kuliah di Surabaya saya bertemu seorang gadis. Kami awalnya tidak mengenal satu sama lain, tapi saat pertama saya bertemu dia, saya rasa... saya jatuh cinta padanya... kami akhirnya sempat bepergian bersama walau hanya beberapa hari.. berakhirnya cerita kami pada malam itu sebenarnya hanya luapan emosi sesaat. Dan sebenarnya juga malam itu saya tidak berniat menjatuhkan pilihan saya ke opsi yang satu itu. Pilihan yang saya ambil malam itu adalah pilihan yang sebisa mungkin paling saya hindari. Namun apa daya karena luapan emosi sesaat yang saya katakan tadi entah kenapa lidah terasa membeku, otak rasanya kacau, dan jiwa terasa nggak menentu sampai pada akhirnya hati, pikiran, dan jiwa serentak mengendalikan saya untuk mengambil pilihan yang paling saya hindari. Ya, saya memilih untuk menghentikan cerita saya dengannya....

Sebenarnya juga ada beberapa faktor yang membuat saya akhirnya memilih pilihan yang saya paling hindari. Malam itu, sanubari saya berbisik untuk mendorong saya mengambil pilihan yang sulit tersebut.

“Selama ini hanya satu arah, hanya kamu saja yang aktif memberi perhatian ke Nila sedangkan dari ia sendiri tidak ada feedback yang berarti” demikian sanubari berbisik.

“Selama Nila menghadapi suatu masalah, kamu selalu mengkhawatirkan dia dan selalu berusaha memotivasi dia untuk tegar menghadapi masalahnya. Tapi cobalah tengok hal kecil Ngga, contoh saat kamu merasa nggak enak badan pernahkah ia tanya kondisimu bagaimana? jarang bukan?” demikian kali ini sanubari dan nurani berbisik bersamaan.

Dan akhirnya karena berbagai bisikan itu jari-jari bergerak sampai tertulis kalimat “Aku nyerah” di layar handphone tanpa saya sadari telah saya kirim.
Beginilah yang sebenarnya berkecamuk di dalam diri saya malam itu. Hal yang hanya diketahui oleh satu orang. Apapun itu, pada akhirnya pilihan saya malam itu membawa suatu konsekuensi yang saya rasakan hingga detik ini.

Sebenarnya lagi, bisikan-bisikan itu bisa saya mentahkan dengan jawaban “Cinta tidak pernah menerima, cinta selalu memberi”. Dan itu lah yang saya rasakan saat bersama Nila. Meskipun kentara seperti satu arah, hanya saya yang aktif memberi perhatian dan kasih sayang, atau bahkan memberi sedikit materi yang bisa jadi tidak berarti, tapi saya nggak merasa tebebani. Saat bersama Nila entah kenapa saya selalu hanya ingin memberi, memberi, dan memberi yang terbaik untuk Nila. Jarak yang jauh juga pernah saya lalui hanya untuk bertemu Nila. Pengorbanan yang saya pikir setimpal dengan rasa sayang saya kepada Nila. Tapi kembali ke pemeo lama “Saya juga manusia”, saya menyadari betapapun saya tidak pernah berkeberatan selalu memberi, tapi saya juga memerlukan perhatian dan kasih sayang, dan hal itulah yang saya rasakan kurang saya dapatkan. Setidaknya feedback sekecil apapun dari Nila entah mengapa tidak saya rasakan. Mungkin memang benar-benar tidak ada feedback yang saya harapkan ataukah memang saya yang tidak mampu menerjemahkan setiap kode yang ia berikan.

Terlepas dari apapun itu, saya lega bisa menulis apa yang sebenarnya terjadi malam itu, apa yang sebenarnya ada dalam pikiran dan perasaan saya dikala itu. Yang pasti, saya bersyukur bisa mengenal Nila. Ia sudah mengajarkan saya banyak hal, sebut saja hal-hal kecil seperti sesibuk apapun kita harus memberi kabar kepada orang terdekat, ia mengajarkan saya sabar dalam mengerti wanita, bagaimana agar bisa menjadi seseorang yang peka, dan yang terakhir, ia mengajarkan saya akan konsekuensi yang hadir dalam setiap pilihan. Mungkin malam itu kata-katanya sedikit mendesak saya untuk memilih pilihan sulit ini, tapi itu sudah mengajarkan saya banyak hal. Tentang sebuah keputusan yang harus diambil secara arif bijaksana serta hati-hati, tentang pentingya menyingkirkan emosi saat kita akan menentukan pilihan.

Sekarang semua sudah terjadi. Apa yang terjadi ya terjadilah. Saya hanya berusaha menikmati konsekuensi dari pilihan saya malam itu. Terjadilah hari-hari penuh rasa tidak menentu yang selalu menghantui belakangan ini. Kembali kepada kalimat awal, pilihan anda kemarin akan menentukan seperti apa anda esok hari, dan Nila sudah mengajarkan saya hal itu. Mengutip quote dari sebuah film lawas, “Bukankah dalam kondisi sesulit apapun kita selalu punya pilihan?”

Akhir kata, tulisan diatas adalah murni sebuah opini dari saya sendiri dan tidak ada tekanan atau paksaan dari pihak manapun untuk menuliskannya. Setidaknya untaian kalimat-kalimat di atas sudah mewakili apa yang saya rasakan kala itu. Apapun itu, saya menyadari banyak kekurangan dan kesalahan saya terhadap Nila, dan melalui tulisan ini saya ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila pernah ada perkataan ataupun perbuatan yang pernah melukai hatinya. Sekali lagi, semua tulisan ini hanya pendapat pribadi. J


Tidak ada komentar:

Follow This Blog