Senin, 05 September 2022
Mengingat
Rabu, 31 Agustus 2022
Cisilia
Jumat, 13 Agustus 2021
Pengendara Ojek Daring dan Buku Bekas
Jalan Tarumanegara, Tangerang Selatan, Banten, cukup padat pada Kamis (12/8/2021) sore. Pengendara motor menyesaki sebagian ruas jalan di dekat kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, tersebut. Situasi arus lalu lintas sore itu amat kontras dibandingkan dengan beberapa jam sebelumnya.
Di tengah kepadatan arus lalu lintas, satu orang di antara pengendara motor itu menepi dari jalanan. Motornya ia parkir di depan sebuah toko buku bekas, tempat di mana saya sedang duduk-duduk sembari ngobrol dengan karyawan toko.
"Apa di sini jual buku soal metamorfosis?" tanya bapak pengendara sepeda motor itu setelah memarkir kendaraannya di halaman toko buku.
Karyawan toko buku bekas dan saya menghentikan obrolan sejenak. Pengendara sepeda motor itu rupanya seorang pengemudi ojek daring. Pakaiannya setengah lusuh. Jaket hijau yang dia kenakan agak kumal.
"Enggak ada kayaknya buku itu. Di sini adanya buku mahasiswa," ucap karyawan toko buku.
Saya mengernyitkan dahi. Setahu saya ada buku ensiklopedia yang isinya kurang lebih soal metamorfosis dan rahasia alam semesta. Buku itu bila tak salah, sempat saya lihat beberapa jam sebelumnya di salah satu rak di dalam toko. Seketika saya sampaikan bahwa buku yang ia cari itu ada di dalam toko. Saya mengajaknya masuk dan ikut mencari.
Jadilah saya dan pengemudi ojek daring itu sibuk membolak-balik tumpukan buku di dalam rak. Sambil mencari buku, dia bercerita tentang anaknya. Rupanya buku metamorfosis itu akan dia berikan kepada sang anak yang masih duduk di bangku kelas 1 SD.
Pengemudi ojek daring ini sengaja mampir ke sebuah toko buku bekas untuk mencarikan buku yang diminta sang anak. Ia menyisihkan sebagian waktunya untuk itu. Padahal target orderan atau mengantar penumpang hari itu belum ia capai.
"Anak saya sudah mulai suka membaca. Dia senang baca buku yang banyak gambarnya. Saya belikan saja buku biar dia tidak main HP terus," katanya.
Saya tertegun mendengar perkataannya. Keinginan bapak pengemudi ojek daring itu menyentuh sanubari. Saya menilai ia orang yang perduli pada tumbuh kembang anaknya. Kendati (menurut dia) penghasilannya sebagai pengemudi ojek daring pas-pasan, tapi dia menginginkan buku sebagai benteng bagi anaknya agar tak melulu menengok layar ponsel.
Sekitar 20 menit kami mencari buku yang dimaksud, tapi belum ketemu. Sampai pada akhirnya pandangan saya tertuju ke sebuah buku setebal 3 sentimeter di bagian rak paling atas. Ada dua buku ensiklopedia khusus anak-anak dengan banyak gambar di dalamnya. Persis seperti yang bapak pengemudi ojek daring itu cari.
Saya serahkan buku itu kepadanya, ia lalu membolak-balik halaman demi halaman. "Wah ini yang saya cari. Terima kasih ya, mas," katanya.
Bapak pengemudi ojek daring kemudian menanyakan harga buku itu. Karyawan toko buku bekas menyebut harganya Rp 40 ribu. Harga yang bagi saya masih terjangkau.
"Rp 40 ribu? Saya kira bisa dapat harga Rp 20 ribu," kata bapak pengemudi ojek daring.
Saya terdiam mendengar jawabannya. Tak disangka buku bekas seharga Rp 40 ribu teramat berat bagi dia. Hari itu barangkali penghasilannya belum seberapa. Atau mungkin uang segitu sudah dia kantongi, namun ada keperluan lain yang lebih mendesak untuk dipenuhi.
Dengan wajah sedikit kecewa ia mengembalikan buku ensiklopedia itu kepada karyawan toko. "Tolong buku ini disimpan dulu saja. Saya mau narik ojek biar dapat uangnya dulu. Setelah itu saya balik lagi ke sini ambil bukunya," katanya.
Bapak pengendara ojek daring itu beranjak pergi. Sejurus kemudian saya mencegah dia berlalu. Saya tawarkan buku itu untuknya. Urusan bayar-membayar biar saya yang selesaikan. Bapak itu berhenti. Dia memandang saya lekat-lekat seolah tidak percaya.
"Terima kasih mas. Apa ini saya jadinya tidak merepotkan mas? Tidak apa-apa saya narik lagi aja dulu," katanya.
"Tidak apa-apa pak. Biar saya yang traktir buku itu buat anak bapak. Bapak habis ini pulang saja. Nggak usah narik lagi buat cari uang bayar buku." Saya lalu masuk ke dalam toko untuk mengambil dompet di dalam tas.
Bapak itu mengikuti saya ke dalam toko. Sepatu yang sudah dia kenakan dilepaskan lagi. Di dalam toko, ia menyalami saya dengan setengah menundukkan badan. Kedua tangannya menggenggam erat tangan kanan saya.
"Terima kasih banyak mas. Semoga berkah," katanya.
Luluh juga hati saya mengalami momen tersebut. Tidak disangka uang Rp 40 ribu sangat berarti baginya. Di sini saya merasa beruntung sekaligus bersyukur masih diberikan rezeki oleh Hyang Widhi untuk bebas memilih dan membeli buku apapun yang saya mau. Saat masih kecil, orangtua saya tergolong mampu untuk membeli semua buku yang saya pinta.
Kejadian sore itu membuat saya semakin tersadar. Masih banyak orang kurang beruntung di belahan dunia sana. Sejujurnya, saya tidak memiliki motif apa-apa kecuali membayangkan anak bapak pengendara ojek daring itu tersenyum ketika melihat buku yang dia incar sudah dibawa pulang oleh sang bapak. Hanya itu.
Saya dapat mengerti bagaimana rasanya diberikan buku oleh ajik dulu. Kegemaran saya membaca juga karena beliau sejak dulu rutin membelikan saya buku-buku, entah itu komik, majalah, atau pengetahuan umum. Maka, ketika ada seorang bapak yang dengan niat mulia ingin memberikan bahan bacaan untuk anaknya, saya tidak kuasa untuk tidak menolongnya.
Minggu, 06 Juni 2021
Sesat
Selasa, 25 Mei 2021
Segala Hal yang Serba Singkat
Rabu, 05 Agustus 2020
Timnas Bhutan dan Pentingnya Menangkap Serpihan Kebahagiaan di Sekitar Kita
Penduduk Bhutan seolah selalu punya mantra yang mampu mengubah serpihan kecil kebahagiaan menjadi energi besar yang berdampak luar biasa.
Bhutan, negara kecil di kaki Gunung Himalaya, terbiasa menyuguhkan kebahagiaan. Di Bhutan, arti sesungguhnya dari kebahagiaan bisa dipelajari, bahkan dari sebuah pertandingan sepak bola.
Pada satu pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia menghadapi Maladewa, penggawa Bhutan menunjukkan betapa kebahagiaan sebetulnya selalu ada di sekitar kita. Makna kebahagiaan senantiasa tergantung pada bagaimana kita menangkapnya.
Pertandingan yang saya maksud dihelat di Changlimithang Stadium di Kota Thimphu, Ibu Kota Bhutan, Oktober 2015. Pendukung Timnas Bhutan sudah menjejali seisi stadion beberapa jam menjelang sepak mula pertandingan. Riuh penonton kian menggema saat pemain kedua tim memasuki lapangan.
Dukungan tak hanya datang dari penonton, melainkan juga Sang Buddha. Iya, patung Buddha, lebih tepatnya. Di luar stadion, patung Buddha setinggi sekitar enam meter menjulang, wajah Buddha menatap ke arah lapangan. Telapak tangan patung Buddha itu mengarah ke arah dalam stadion, seolah memberikan ‘mertha’ atau doa restu bagi pasukan Bhutan. Namun, luapan dukungan itu tak membuat Timnas Bhutan mengawali laga dengan apik.
Gawang Hari Gurung sudah jebol secara prematur di menit ke-11. Pelakunya adalah Ahmed Nasid, pemain serang utama Maladewa. Mendapat sodoran bola lambung dari lini tengah, Nasid tak kesulitan mengarahkan bola melewati Gurung yang telanjur meninggalkan sarangnya. Seisi stadion sempat mengambil jeda sejenak, mereda dari sorak sorai, namun segera riuh kembali tak lama berselang.
Penderitaan Bhutan belum cukup sampai di sana. Sebab, 12 menit setelahnya gawang mereka kembali dibombardir Ali Ashfaq dengan enteng sebanyak tiga kali. Benar, saya tak salah tulis, tiga kali! Trigol Ashfaq tercipta dengan rincian dua kali di babak pertama, dan sekali di babak kedua. Tertinggal empat gol bukanlah situasi yang mengenakkan bagi Bhutan. Bagaimana pertanggung jawaban mereka kepada para suporter –dan bahkan Sang Buddha- yang telah mendukung mereka mati-matian?
Gurung yang menjabat kapten Bhutan di pertandingan itu tersenyum simpul. Ia menoleh ke arah tribun stadion yang atapnya lebih menyerupai atap kuil. Para pendukung Bhutan masih di sana. Mereka tidak meninggalkan bangku stadion lalu memilih pulang. Pendukung Bhutan bergeming, meski mereka tahu timnas mereka di ambang kekalahan telak.
Dalam kondisi tertinggal begitu jauh, toh, mereka tetap bernyanyi serta meneriakkan kata-kata yang membakar semangat pemain Bhutan. Para suporter, agaknya, hendak menunjukkan kepada pemain timnas Bhutan bahwa mereka tidak sendirian. “Penderitaan ini biarlah kita tanggung bersama”, mungkin demikian gumam para suporter Bhutan. Pada titik itulah saya melihat momen perjuangan kolektif sebuah bangsa dipertontonkan secara telanjang. Di tengah situasi sulit, mereka tak meninggalkan satu sama lain, tapi justru saling menguatkan.
Dan entah kenapa tampaknya dukungan tak putus-putus dari penonton itu seakan berubah menjadi mantra baru yang menyuntikkan energi kepada para pemain Bhutan. Benar saja, di pengujung pertandingan, para pemain Maladewa yang sudah siap kembali ke negara mereka dengan kemenangan mudah malah direpotkan oleh pemain Bhutan.
Tshering Dorji mengawali perlawanan balik Bhutan tersebut. Memanfaatkan bola liar di depan gawang Maladewa, Dorji dengan lihai menyepak bola yang gagal ditangkap secara sempurna oleh Imran Mohamed. Gol tersebut sontak membuat pendukung Bhutan kian bergemuruh. Sepakan Dorji mengawali semangat baru anak-anak Bhutan.
Sisa waktu coba dimanfaatkan pemain Bhutan untuk mengejar ketertinggalan. Mereka tampil kesetanan jelang laga berakhir. Pemain Maladewa mereka bikin kewalahan meladeni tusukan-tusukan tajam nan berbahaya.
Harapan itu terjawab di menit ke-88. Chenco Gyelthsen merobek jala Maladewa dan disusul dua menit setelahnya Biren Basnet melakukan hal serupa. Papan skor tak lagi timpang 0-4 melainkan berubah 3-4. Semangat pemain Bhutan mampu memangkas jarak yang sedemikian lebar dengan Maladewa.
Pemain Bhutan enggan takluk begitu saja, menolak kalah secara cuma-cuma. Anak-anak Bhutan tampil militan di menit-menit akhir, seolah tak rela membiarkan pemain Maladewa membawa pulang tiga poin dengan mudah.
Meski tak mampu menang atau minimal menahan seri Maladewa, skor 3-4 tersebut sudah lebih dari cukup bagi Bhutan. Maladewa, nyatanya, jauh berpengalaman dan memiliki materi pemain lebih baik dari Bhutan. Apalagi sebelumnya mereka sempat mengalami defisit hingga empat gol. Memberikan perlawanan sengit hingga mampu menceploskan tiga gol di menit-menit akhir pertandingan sudah dirasa seperti kemenangan bagi pemain Bhutan.
Semua raihan Bhutan di malam pertandingan itu tak lepas dari kontribusi pendukung setia mereka dan, tentu saja, restu Sang Buddha.
Alih-alih lempar handuk dan membiarkan Maladewa menang dengan mudah, anak-anak Bhutan memilih mengumpulkan serpihan-serpihan kebahagiaan yang dilemparkan para pendukungnya sepanjang pertandingan. Yel-yel dukungan serta sorak sorai menjadi lebih dari sekadar kata-kata penyemangat, tapi telah menjelma bagai sebuah kebahagiaan tak terpermanai bagi pemain Bhutan.
Situasinya seperti Anda berada pada sebuah kondisi mahasulit, yang mana satu per satu orang kepercayaan Anda mulai meninggalkan Anda. Di saat orang lain membiarkan Anda berkubang dalam masalah, pendukung Bhutan tetap tinggal dan menjadi semacam support system yang ajek. Mentalitas seperti itu tak mungkin diperoleh dari tipe masyarakat yang ‘ngambekan’ atau baperan. Sering kita lihat, di pertandingan besar sebuah liga elite eropa, suporter sebuah tim buru-buru cabut dari stadion lantaran tim kesayangannya bermain kelewat jelek.
Timnas Bhutan di awal-awal laga, bisa dilihat, bermain sama jeleknya. Bahkan mungkin lebih jelek dari kesebelasan Eropa itu. Namun, penduduk Bhutan bersetia, entah berapa kali gawang mereka kebobolan, pendukung Bhutan selalu bertepuk tangan menyemangati para pemain. Itulah sebentuk kecil kebahagiaan yang menyelinap di relung hati para pemain Bhutan.
Identik dengan kebahagiaan
Dalam persepktif dunia luar, Bhutan memang telanjur identik dengan kebahagiaan. Ini tidak lain berkat gagasan besar raja keempat Bhutan, Jigme Singye Wangchuck (1972-2006), yang enggan mengikuti arus utama dunia dalam mengukur kesejahteraan suatu negara. Ia tidak berpedoman pada gross national product (GNP) atau produk nasional bruto, pendapatan total ekonomi negara selama setahun.
Sang Raja telah menelurkan gagasan sendiri untuk negerinya, yakni gross national happiness (GNH). Ini adalah pendekatan pembangunan yang berkelanjutan dan holistik, yang mengharmoniskan aspek material dan non-material, demi kebahagiaan rakyat. Dari gagasan besar GNH inilah yang kemudian turun menjadi empat pilar prinsip pembangunan, yaitu konservasi lingkungan, preservasi dan promosi kebudayaan, keberlanjutan dan kesetaraan pembangunan sosial ekonomi, serta praktik pemerintahan yang baik.
Ide besar raja itu sebenarnya amat dipengaruhi filosofi ajaran Buddha dalam memaknai konsep kebahagiaan. Bhutan sendiri adalah negeri kerajaan Buddha Himalaya terakhir di dunia. Kini, setelah Bhutan dikenal di arena internasional, mereka tidak ragu untuk mempromosikan nilai-nilai warisan luhur itu kepada dunia.
Soal bagaimana memaknai kebahagiaan, ada penjelasan sederhana, yaitu suatu kondisi batin yang terbebas (atau setidaknya berjarak) dari rasa menderita. Dan, itu dapat dimulai dengan melatih kesadaran atau mindfulness, kasih sayang atau compassion, kesabaran, kebaikan hati, dan kekosongan atau emptiness. Latihan meditasi menjadi metode yang signifikan untuk mengembangkan kemampuan tersebut.
Kembali ke pertandingan menggugah tersebut, laga antara Bhutan dan Maladewa agaknya bisa kita gunakan untuk sedikit melihat bagaimana cara orang Bhutan memaknai kebahagiaan, walau untuk hal yang remeh sekalipun. Kebahagiaan, bagi orang Bhutan, jauh dari sekadar petantang-petenteng mengagung-agungkan privilese.
Lebih dari itu, kebahagiaan menurut mereka adalah bagaimana bereaksi terhadap masalah dengan itikad tulus untuk mengubahnya menjadi kebaikan bersama.
Senin, 06 Juli 2020
Malam Terakhir
Pernah merasakan dahsyatnya ekspektasi? Seperti yang sudah usang dan berulang, kenyataan lagi-lagi tiada seindah angan.
Bayangkan diri Anda adalah seorang yang permisif, pencari peluang, dan terimpit usia-usia yang kian menua. Malam ini kecewa itu hadir kembali. Perempuan yang dalam dua pekan terakhir mengisi kolom obrolan ternyata tak memendam perasaan yang sama. kecewa, marah, sedih, dan perasaan bersalah menggulung jadi satu.
Malam ini untuk kesekian kalinya pula saya salah paham. Salah mengartikan gayung bersambut. Semuanya fana, seperti ia selalu jadi bagian kehidupan. Dan celakanya saya lupa akan hal itu. Saya meminta kepastian, sebagaimana Ardhito Pramono tumpahkan dalam lirik What Do You Feel About Me-nya.
Tuntutan untuk tak lagi menjalani tarik ulur membesar. Saya mendesaknya dengan kata-kata. Seperti saya mendesak pejabat publik kotor dengan pertanyaan saban hari.
Tak semestinya saya menggunakan cara tak halus seperti itu. Terlebih sang puan bukanlah pejabat publik atau politisi dari kubangan lumpur. Seharusnya saya memperlakukannya tetap anggun.
Bagaimanapun ia perempuan biasa yang dengan tangan terbuka menerima ajakan obrolan saya. Mungkin tak terlintas sedikit pun di benaknya untuk mempermainkan. Di titik kontemplasi itu saya tersadar, ekspektasi kembali menerkam.
Malam ini jadi malam terakhir, benar-benar terakhir. Harapan tinggi jatuh, menguap tak berbentuk. Nyata bukan pertanda, hanya pikiran ku saja, harapan itu semu. Sulit untuk aku percaya sampai akhirnya aku lihat sendiri. Kunto Aji- Ekspektasi
Rabu, 02 Juli 2014
From Surabaya With Care
Sabtu, 02 April 2011
Keteguhan
Ketika Raja Louis XVI digulingkan dari takhtanya dan dijebloskan ke dalam penjara, puteranya yang merupakan pangeran penerus takhta kerajaan diculik oleh orang-orang yang mengkudeta kerajaan.
Sang pangeran dihadapkan pada hal-hal yang paling menjijikan secara moral. Mereka pikir, jika sang pangeran terpengaruh pada godaan duniawi maka ia tidak akan bisa mencapai takdirnya sebagai raja.
Setiap hari, sang pangeran disuguhi berbagai makanan yang mewah yang jumlahnya sangatlah banyak, minuman anggur, para pelacur yang sangat erotis, bahkan kata-kata jorok dan kasar yang tidak layak diucapkan oleh bangsawan seperti dia.
Hari berganti hari, hingga akhirnya setelah enam bulan, mereka menyerah. Sang pangeran ternyata tidak tergoda sedikit pun terhadap godaan dunia. Mereka pun bertanya kenapa sang pangeran begitu teguh. Sang pangeran berujar, ”Aku tidak mungkin melakukan hal-hal menjijikan seperti itu, karena sejak dilahirkan Aku telah ditakdirkan sebagai seorang raja“.
Kita harus mempunyai keteguhan dalam mempertahankan impian kita. Tidak dapat dimungkiri bahwa perjalanan menuju ke tangga sukses penuh onak dan duri.
Lantas bagaiamana kita bisa memiliki keteguhan? Yang terpenting kita harus mempunyai paradigma atau citra diri yang positif kepada diri kita. Siapakah kita? Apa takdir kita di dunia ini?
Diri Anda andalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Takdir Anda adalah mengabdikan dirinya. Menyerukan namanya di dunia ini. Apapun impianPantang mengeluh

Sebagai manusia, wajarlah jika sesekali kita mengeluh dengan keadaan yang tidak sesuai keinginan. Tetapi, tidak pantas rasanya jika setiap kali kita menemukan hal yang melenceng saja dari apa yang kita inginkan dihadapi dengan mengeluh.
Mengeluh sepertinya sudah menjadi “tren”. Contohnya saja dengan adanya jejaring sosial yang memungkinkan untuk kita bisa share apapun yang kita alami. Ini secara tidak langsung dapat menjadi hal pelancar mengeluh. Pentingkah menceritakan semua yang menimpa kita kepada semua orang? Apakah dengan menceritakan semuanya dapat menghilangkan masalah itu? Tentu tidak.
Memang, mengeluh sah-sah saja untuk mencari solusi masalah kita. Yang terjadi ketika kita mengeluh, apakah kita berpikir untuk menemukan solusi? Kebanyakan kita tidak berpikir jauh seperti itu. Secara tersirat, tujuannya hanya ingin orang mendengarkan keluh kesah kita
Sebenarnya, dengan atau tanpa mengeluh hidup tetaplah hidup. Yang harus dijalani walaupun lelah, yang harus dihadapi walaupun berat, yang harus dimengerti walaupun rumit. Memperlihatkan kelemahan kita justru akan menjadi negatif.
Sebegitu susahkah untuk bersyukur?
Selasa, 23 Maret 2010
Blogger vs Anak Band

Trend warna musik ala anak band, yang kian mendominasi pentas musik tanah air, tak dapat dipungkiri telah melahirkan banyak anak-anak muda kreatif di negeri ini. Dan atas karya yang mereka hasilkan, tentu saja tak sedikit keuntungan yang berhasil di raih, dari mulai popularitas hingga limpahan materi.
Dan menurut teman saya di kelas,kebetulan dia adalah anak band juga dan bandnya cukup dikenal di seputaran Denpasar dan Badung bahkan mungkin hingga saya menulis postingan ini,band yang dia gawangi sudah mulai di kenal di Bali,
kata dia sih.., selain popularitas dan materi,keuntungan lainnya menjadi anak band itu adalah sangat gampang untuk menaklukan hati wanita yang sekalipun bukan merupakan fansnya.
Image anak band yang Keren,Cool dan macho nampaknya sudah mulai melekat di kalangan Kaum Hawa satu dekade ini.
Sampai saya pun berpikir untuk beralih Profesi dari Yang hanya seorang Blogger yang nggak dikenal menjadi seorang anak band yang dengan sejuta fansnya menyihir wanita-wanita manapun yang meliiknya,Memang saya rasa sangat menguntungkan berprofesi anak band daripada seorang Blogger,Honor yang diterima anak band jauh melampaui honor yan diterima seorang Blogger dari pemasangan Iklan di Blog mereka.
Tapi apa daya saya sudah sangat terlanjur mencintai dunia Tulis menulis dan Posting di dunia maya ini,seakan sudah menjadi nafas bagi saya.
ada keasyikan sendiri bagi saya dalam menggeluti profesi sebagai seorang blogger,
Buat kawan Blogger teruslah berkarya walaupun beda dengan Musisi atau anak band yang hasil karyanya berupa Lagu-lagu nan eksotis.
Blogger dapat menciptakan karya tulisan yang tidak kalah dari bagusnya alunan melodi sang anak band,
Intinya apapun profesi kita,kita harus memiliki Tekad dan kemauan yang keras dalam menjalaninya "ASTUNGKARA" segalanya itu akan berbuah manis,karena Tuhan tidak pernah menutup jalan seseorang kita harus terus berusaha..
Salam Blogger,
By blog3hari.blogspot.com
How to make your Blog Succes

One of the most important things that should not be overlooked is to find your own niche. Take a look at some popular blogs then you will find that the majority of them specialize in a particular field. So, please do not post unrelated contents on your blog. The best way is to pick a subject in which you are interested in and you are really knowledgeable about. The next step to take is to create content that are centered around that matter. After you have been recognized as an expert in your chosen field, people will pay a visit to your blog regularly in order to see your latest writings. This kind of visitors, the ones who are also interested in your topic, is very potential to be your loyal readers.
Another essential factor is, as stated previously, the content should be kept updated on a regular basis. A large number of blogs rarely get updated, and as a consequence do not have any kind of loyal audience. Ensure that you do not fall into this category. Strive for consistent and frequent updates to make certain that your readers will have a good reason to coming back. Adding new content on a daily basis is actually very ideal. However , if you simply cannot cope with it, then at the very least make an effort to post two or three articles per week.
Besides quantity, do not forget to think about the quality of your blog posts. You need to make sure that the articles are informative, the ones that provide something useful to the readers. Keep away from producing short blog posts that do not provide something fresh, as well as posts that can be classified as an advertisement. You want visitors to stay longer on your blog. Give them something unique that they cannot find anywhere. Find a way to provide things like in-depth product reviews, a clear explanation to accomplish something, rare interviews, or perhaps lists of resources that will be beneficial to your readers.
When creating your blog posts, keep your reader in mind. If they are newcomers, create content which are easy to grab. But for the expert audiences, you may provide technical terms and an appropriate language. It is also essential to check your blog stats regularly since they can tell you what your visitors are actually searching for. Make the most of these stats, and create more content based on the data generated.
These days there are an incredible number of weblogs on the cyberspace. So, to create one that stands out of the crowds, it is a must to provide quality, informative content for your blog.
By: andre rausin
Sabtu, 20 Maret 2010
5 Ways To Succesfully Motivate

There does exist ways to ensure that you do not suffer the same fate many do when they fail to reach goals they have set for themselves.
Here are 5 simple techniques you can use to help maintain your self motivation so that you can consistently accomplish any objectives you set for yourself.
Remember Your Reasons
It is important to continually remind yourself as to why it is you are pursuing any particular goal or objective. This is especially true with goals that may take longer to achieve than others. It is normal to lose motivation after investing a lot of effort and not seeing the desired results. Reminding yourself of the benefits 'reinvigorates' your motivation so that you can continue to move closer to accomplishing your objectives.
Daily Inspiration
Periodic reinforcement of the success of others is an effective way to strengthen your own self motivation. Knowing that others have endured the same or similar challenges and succeeded is both inspirational and proof that it can be done.
Associate with Like Minded People
Surrounding yourself with like minded people or those who at least are supportive of your actions will help you to maintain your motivation. Having a source of support and encouragement can help you through times of frustration and can also offer insight that may be helpful.
Monitor Your Progress
Chart your progress and especially if you expect that your efforts will take a long time before you see any results. By doing this you can seek and find encouragement as you see progress being made. Nothing will zap your motivation quicker than realizing your efforts are getting you nowhere.
Learn from Set Backs
Expect setbacks and mistakes to occur so that when they do you can identify what went 'wrong' so that it does not happen again. Every mistake should teach you something of value if you are observant and this will make you better at what it is you are trying to accomplish. This feeling of 'empowerment' is a great source of confidence and self motivation.
When you learn how to motivate yourself you no longer fear those unexpected obstacles life often presents that may not allow you to reach goals you have set. Self motivation is a very empowering feeling since you do not have to rely upon others to maintain your ambition. Having the ability to call upon your own 'inner means' to either overcome a lack of motivation or to strengthen what you already have is a liberating sensation. The 5 techniques discussed above will help you maintain your self motivation for whatever reasons you may have. The end result will be more successes and less failures making for a happier and fuller life for you.
By: T. J. Philpott
10 Reasons To Stop Complaining About The Rain

Almost every summer the banks of Goonoo Goonoo (pronounced Gunny Ganoo) Creek would burst and flow up through the paddocks to our house. If we were not fast enough with sandbags, the water would flow on inside. Thankfully there were usually warnings from farmers further upstream of the flood water approaching.
My folks usually evacuated us until it subsided. It became common for the local newspaper to publish photos of us four children on the tractor, being taken out through the flood water to safety.
Our next farm was struck by severe drought, lasting most of the decade. While school friends headed off to the beach with their families, our holidays were spent sitting on the backs of our horses in scorching summer heat, minding the sheep as they fed off the sides of the roads. There was no longer any food left for them in our own paddocks.
The dams dried up and the well was so low that the windmill no longer pumped water. We dragged bucket after bucket of water up on a rope to fill the trough. We could not do it fast enough for the animals though. They would drink it down before we had started on the next bucket. It was a long process.
Eventually water had to be purchased by the truckload. Around the same time we were dragged off to church for special services put on for the farming communities to pray for rain. Being a teenager seemed a long, tiresome stint at times.
Naturally, a child would prefer being transported on a tractor through flood waters than being dragged off to church to pray for rain, or spending their holidays eating peanut butter sandwiches and drinking green cordial while on horseback, battling it out with the flies for their lunch.
As a result, I have grown to absolutely adore the rain. Living in the tropics at one time was a dream come true, with heavy solid rain every day for months. I never tired of it.
Looking out the window now, I see the creek is flowing well. The sound of rain on the tin roof is heaven and frogs are singing new songs.
I know all about floods and the damage they cause to those living in their path. I do not wish such misfortune on anyone. But it is going to rain anyway, so if you do not need to be considering the safety of your family, then why not just enjoy it?
We are blessed to have access to clean water. As Westerners, we have it very easy. Look at our fellow humans and how difficult a simple thing like a drink of clean, healthy water is to obtain. People’s whole lives revolve around the basics of survival, getting enough food and water to get through each day.
The song of the rain on the roof is always one that nurtures me. Living under a tin roof again, rather than a tiled one, is splendour in the truest sense of the word. I am overwhelmed with gratitude on this gorgeous rainy afternoon.
So before you complain about the rain, or if you are looking to combat someone else’s complaining, here are some points to consider.

Without rain:
1. We would be thirsty. Nothing we drink would exist without water.
2. We would be smelly. With no showers or water to swim in, we would get a tad rough on the nose before too long.
3. We would be very sunburned. No rain means trees don’t grow. No trees mean no shelter. Even mud houses cannot be made without liquid.
4. There would be no flowers. What would a world be like without such beauty? I shudder to think of life without such kisses of colour.
5. We would all be rather quiet. With nothing to drink, our mouths would dry up and provide no saliva. Conversations would surely cease if no liquid substitute were possible.
6. We would be hungry. No rain means no veggies or other delicious healthy food. Or for the carnivores, it means no crops to feed the animals and no water for them to survive anyway.
7. We would have no excuse to stay at home unexpectedly. Many people cannot stay home unless they give themselves permission to. Rain tends to do that for some.
8. We would be mighty unpleasant on the eye. As our bodies are mostly made up of water, if not replaced, we would shrivel up pretty fast…if we managed to live that long, which we wouldn’t. But if we did, we would resemble a prune. Not that there would be any prunes to compare ourselves to. No rain, no prunes.
9. We would have no rainbows, one of the greatest losses of all. How can the sky show us its magical spectrum without water falling?
10. We would be dead, as simple as that, and within a very short time.
So I prefer to rejoice on rainy days. There is little I love more than to watch everything washed clean, to hear the sound of rain falling, and to watch the natural world unfold as it has done for millions of years, long before we came along and started complaining about some clear, wet stuff falling from the sky.
Let us give thanks for rainy days. The sun will shine again. But we need the rain too.
Let us focus on the blessings of rain, rather than the imagined inconvenience of it.
It is a life force we cannot survive without.
And what is so bad about walking in the rain anyway?
Perhaps you will even find yourself jumping in a puddle now and then. But be careful…it just might be fun.
Taken From Bronnie ware
Kamis, 18 Maret 2010
kemenangan menjadi hal termanis jika anda pernah merasakan kekalahan

Sangat manusiawi dan merupakan fitrah jika kita berharap hidup sukses dan terhindar dari berbagai masalah. Tidaklah normal manakala orang berharap kemiskinan atau munculnya masalah dalam hidup.
Jatuh dan tidak berani bangkit lagi,itulah gagal yang sebenarnya

source: linkbee.com
Segera bangkit dari keterpurukan
~ Joseph Sugarman
Kehidupan kita tak akan pernah berjalan semulus yang kita pikirkan. Berbagai macam tantangan, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang-orang yang dicintai, disabotase, bangkrut dan lain sebagainya, bisa saja menyeret kita dalam keterpurukan. Bila kita melihat ke sekeliling, begitu banyak orang-orang yang tenggelam dalam keterpurukan dan terjerat cukup lama dalam kegelapan, misalnya menjadi pecandu narkoba, budak hutang dan kemiskinan, korupsi atau melakukan tindak kejahatan lainnya lalu dipenjarakan, dan bentuk kemalangan lainnya.
Bila kita cukup cerdas dalam menghadapi tantangan kehidupan, bermacam bentuk benturan keras seperti itu seharusnya tidak membuat kita semakin terpuruk. Tantangan kehidupan adalah kesempatan untuk introspeksi diri. Benturan keras dalam kehidupan akan menjadikan kita lebih mulia, jika kita segera sadar atas kekeliruan yang telah dilakukan, kelemahan yang harus diperbaiki, kembali menyusun dan melaksanakan rencana dengan lebih baik.
"Remember the two benefits of failure. First, if you do fail, you learn what doesn't work; and second, the failure gives you the opportunity to try new approach. – Ingatlah 2 keuntungan yang kita peroleh dari kegagalan. Yang pertama adalah mempelajari apa yang tidak berjalan dengan baik; dan kedua adalah menjadi kesempatan bagi kita untuk mencoba pendekatan baru," kata Roger Van Oech.
Menurut Roger, tantangan kehidupan adalah bagian dari perjalanan hidup supaya kita menjadi lebih cerdas menghadapi tantangan kehidupan. Tokoh-tokoh terkenal dan sukses, misalnya Walt Disney, Soichiro Honda, Thomas Edison, Wright Bros, Fred Smith, Mohamad Ali, Henry Ford, Bill Gates, Steve Jobs, Oprah Winfrey, Christoper Columbus, Anthony Robins, dan lain sebagainya, sudah pernah mengalami keras dan sakitnya kehidupan. Tetapi semua pengalaman pahit tersebut justru membimbing mereka ke gerbang kesuksesan.
Kesuksesan mereka bukan semata-mata dipengaruhi oleh faktor pendidikan ataupun modal, apalagi faktor kebetulan. Mereka berhasil lantaran kekuatan dan kecerdasan mereka menghadapi tantangan kehidupan. Menurut Paul G. Stoltz, Phd, dalam bukunya berjudul Adversity Quotient (AQ), ada tiga tipe manusia dalam analogi mendaki gunung:
1. Quitters – orang-orang yang mudah menyerah, sehingga kehidupan mereka semakin terpuruk dalam kemalangan.
2. Campers – orang-orang yang mudah puas dengan apa yang sudah dicapai, sehingga kehidupan mereka biasa-biasa saja.
3. Climbers – orang-orang yang selalu optimis, berpikir positif dan terus bersemangat kerja sampai benar-benar mendapatkan yang mereka
inginkan.
Contoh dari tipe orang ke tiga adalah orang-orang yang sukses di dunia ini. Selalu memanfaatkan kesempatan untuk maju dan pulih dari keterpurukan adalah ciri khas mereka yang utama. Tak mengherankan jika mereka melalui setiap rintangan dengan tabah, berjuang keras, dan mental yang kuat.
Tantangan kehidupan memang tidak pernah ada habisnya. Tetapi selama kita terus berusaha memperbaiki diri dan strategi ditambah dengan kesadaran spiritual yang lebih dalam, maka kita akan dapat mencapai tujuan tertinggi. "Our greatest glory is not in never falling, but in rising everytime we fail. – Kejayaan tertinggi bukan karena kita tidak pernah jatuh, melainkan karena kita selalu bangkit lagi ketika gagal," cetus Confucius.
Oleh sebab itu, perbaiki diri terus-menerus, jangan menunggu sampai kemalangan itu benar-benar datang. Mantapkan keyakinan ketika membuat perencanaan dan menetapkan target yang memungkinkan tercapai. Kemudian langsung melakukan langkah-langkah untuk memastikan hasil maksimal, dengan penuh komitmen dan kerja keras, kecintaan dan semangat. Dengan demikian kita akan memiliki kepekaan sekaligus keseimbangan disaat harus menghadapi tantangan kehidupan yang cukup keras.
Mulai detik ini tanyakanlah pada diri sendiri seberapa besar pengaruh positif yang telah Anda dapatkan atas berbagai situasi yang Anda alami? Pastikan tantangan hidup selama ini membawa Anda pada kedewasaan, kebijaksanaan dan kualitas spiritual yang lebih baik. Dengan demikian Anda akan dapat menilai apakah Anda sudah mampu bangkit dan menjadi manusia yang lebih mulia atau belum.
source: Bangkit Dari Keterpurukan oleh Andrew Ho, motivator, pengusaha, dan penulis buku-buku bestseller.