Selasa, 18 Januari 2022

Angin

Angin menerbangkan segala, tetapi tidak kenangan. Dan, di sanalah aku meraba kembali yang pernah terjadi. Mungkin kau juga terlempar ke masa lalu ketika semua terasa begitu baru. 

Malam tampak begitu cepat turun di tempat ini, secepat kabut-kabut. Kita saling bicara tentang apa saja, sebagai manusia dengan masa lalu yang misterius. 

Kota-kota di semua benua seakan meluncur dari mulut kita dan kita seakan berada di sana. Tetapi kita di sini, di sebuah tempat yang mungkin terlupakan di peta. 

Kita menjalin kenangan hari ini dan mencoba mendamaikannya dengan masa lalu yang beku. Adakah semua berhasil? Aku tak tahu. 

Mungkin semua awalnya seperti sebotol soda dingin yang menyegarkan tenggorokan. Perlahan, semua buih menghilang dan hanya pahit yang terasa. Kita bertemu untuk saling berpisah. Kita mengenal untuk saling melupakan. Mungkin karena itu pula, aku tak menyibak semua rahasia, karena semuanya akan terasa sia-sia. 

Ribuan detik setelah masa itu, angin masih bertiup. Aku menengok masa lalu dan kau mungkin menyongsong masa depan. Kita tidak pernah bertukar apapun, kecuali seuntai cerita. 

Angin malam hari ini pun tidak berhasil menghapuskan semua cerita. Tetapi cerita hanyalah cerita.



Read More

Selasa, 04 Januari 2022

Nyaman

Nasihat “keluarlah dari zona nyaman” adalah hipokrisi yang terlalu sering diucapkan. 

Saya berpikir begitu ketika berjalan kaki di jalanan beraspal saat matahari tepat berada di atas kepala. Ternyata yang berjalan kaki bisa dihitung dengan jemari salah satu tangan saja. Semua orang menempel di jok motor maupun mobil dengan sebuah premis di kepala mereka masing-masing: lebih cepat dan lebih hemat. 

Di saat itu saya menyadari apa yang dikatakan Nosstress dalam lagunya “Hiruk Pikuk Denpasar” adalah benar adanya. Orang-orang, kata Nosstress, sudah enggan berjalan kaki. Dan mataharipun sudah bukan sahabat kita lagi. 

Memilih kendaraan bermotor ketimbang bersepeda pun jalan kaki mungkin contoh sederhana saja. Ketika orang protes kenaikan harga bahan bakar minyak atau premium dihapus dari pasaran, mereka tidak mengikutinya dengan perubahan pola konsumsi bahan bakar. Lalu, orang mulai menyalahkan sistem transportasi, pemerintah, negara, atau siapapun yang bisa disalahkan seakan-akan hidup manusia tanpa hal-hal itu tidak punya daya. Ya, kita semua hipokrit yang menuding orang lain sebagai hipokrit. 

Saya jadi mengingat keputusan saya membeli iPhone dan tidak membeli motor. Itu semua mungkin seperti sebuah zona nyaman saat kebosanan bisa dilarung di kotak ajaib berukuran 14 inci atau sebuah perjalanan keliling kota sembari menghabiskan bensin. Tapi, semua itu pun kini enggan saya tinggalkan, juga sebuah pekerjaan yang saya nilai sebetulnya nyaman: gaji yang besar dan tetap meskipun kerjamu hanya tidur dan bermalas-malasan atau menulis sesuatu yang besok menjadi sebuah sampah informasi. 

Jadi, kenyamanan itu apa? kau bisa menghabiskan hidup dalam kenyamanan apapun yang kau pilih, toh ketidaknyamanan pada akhirnya menjadi kenyamanan bentuk yang lain. Asalkan begini, kalau kau tidak tahu apa yang dihadapi orang lain dan pergulatannya, lebih baik tidak usah sok tau menggurui dengan pesan “keluarlah dari zona nyaman.” 

Lebih baik kau diam dan berkaca. Ya, kau tidak lebih baik.
Read More

Follow This Blog