Dimulai
semenjak R.A Kartini memelopori gerakan emansipasi terhadap kaum wanita pada
tahun 1911, para wanita mulai tergerak dan menyadari akan hak-hak mereka. Kini
setelah emansipasi, para wanita tidak perlu lagi menjalani masa pingitan,
didominasi oleh kaum pria, dan yang terlihat jelas hingga ke masa sekarang
adalah mulai banyak kaum wanita yang menjalani profesi yang dulunya hanya
dilakoni oleh laki-laki seperti menjadi pemimpin pada suatu perusahaan, atau
bahkan menjabat posisi penting dalam pemerintahan.
Meskipun
telah ada pengakuan akan persamaan derajat antara wanita dan laki-laki dalam
beberapa aspek, tetap saja ada perbedaan akan suatu pekerjaan apabila ditangani
oleh pria ataupun wanita. Perbedaan karakter keduanya menjadikan hasil dari
suatu pekerjaan akan berbeda satu sama lain. Sebagai contoh dalam urusan
memimpin, kaum laki-laki dianggap lebih tegas dan agresif dibandingkan pemimpin
wanita.
Sementara
itu pemimpin wanita kebanyakan dikenal lebih fleksibel dan sangat memahami
bawahannya. Sifat alamiah gender ini tidak dapat dipungkiri memberi warna
masing-masing bagi karakteristik kepemimpinan antara pria atau wanita. Perlu
diperhatikan untuk saat ini sering kita jumpai pemimpin perusahaan atau
organisasi yang bergender perempuan, bahkan posisi middle management pun telah
banyak diisi oleh kaum wanita.
Seorang
peneliti dari Amerika, pernah melakukan penelitian mengenai gaya kepemimpinan
lelaki dan wanita, penelitian itu dilakukan untuk mengkaji keberhasilan dan
pencapaian antara pria dan wanita, serta kedua-dua gender tersebut layak untuk
memimpin. Keberhasilan dan pencapaiannya yang hampir setara terlihat tetapi
yang mebedakannya adalah dari sudut cara atau prosesnya.
Hasil
penelitian tersebut mengatakan bahwa pemimpin wanita lebih mengedepankan aspek
komunikatif atau cenderung bergaya interatif. Pemimpin wanita juga selalu lebih
cenderung untuk bertingkah laku secara demokratik dan mengambil bagian dimana
mereka lebih menghormati dan prihatin terhadap pekerjanya atau bawahannya dan
berbagi ‘kekuasaan’ serta perasaan dengan orang lain.
Sedangkan
pemimpin pria menurut hasil penelitian tersebut lebih condong ke gaya
kepemimpinan yang ‘asertif’ dimana segala sesuatunya harus sesuai dengan aturan
dan agak otoritarian. Pemimpin pria juga jauh lebih banyak memberikan nasehat
dan arahan pada bawahannya.
Untuk
lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan contoh riil dari gaya kepemimpinan satu
orang pemimpin pria dan satu orang pemimpin wanita untuk kita cermati. Pemimpin
pria yang akan kita cermati adalah Presiden RI saat ini Susilo Bamban Yudhoyono
dan pemimpin wanitanya adalah mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri yang
merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai seorang pemimpin pria memiliki karakteristik pemimpin yang memiliki
wibawa dihadapan bawahannya. Selama Indonesia dipimpin oleh beliau, kasus
terorisme di tanah air mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan ketegasan dan
komitmen yang kuat dari beliau untuk menjaga ketahanan dan keamanan di
Indonesia.
Menurunnya kasus terorisme di tanah air selama
Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden Indonesia karena karakter pemimpin
pria seperti yang telah disebutkan adalah cenderung asertif dan tunduk pada
aturan yang berlaku serta ada kemungkinan mengarah ke kepemimpinan yang
otoriter. Terbukti saat Susilo Bambang Yudhoyono memimpin, para terdakwa
teroris tidak segan-segan diganjar hukuman yang berat. Hal ini berkebalikan
dengan keadaan pada saat Ibu Megawati menjadi Presiden RI. Karena sifat keibuan
dan karakter pemimpin wanita yang komunikatif, dalam artian banyak pertimbangan
yang masuk ke Ibu Mega, maka pada saat Ibu Megawati menjadi presiden banyak
terjadi kasus terorisme di tanah air karena para pelaku terorisme tidak dihukum
dan dituntut seberat saat Presiden Susilo bambang Yudhoyono memimpin RI. Selain
berhasil meredam teroris yang ada di Indonesia, Preside Susilo Bambang
Yudhoyono juga berhasil meredakan konflik gerakan separatis yang sempat marak
pada saat Ibu Mega menjadi presiden.
Namun
pada saat periode kedua beliau sebagai presiden, Susilo Bambang Yudhoyono
menjadi sedikit peragu dan lamban dalam mengambil keputusan. Hal ini barangkali
disebabkan politik santun yang beliau anut sebagai bagian dari etika berpolitik
Partai Demokrat. Politik santun yang dijalankan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
menjadikannya sebagai pemimpin pria yang soft.
Bertolak belakang dengan karakter kepemimpinan Presiden Soeharto dimana
seseorang atau sekelompok orang yang menghalangi niat dan tujuannya akan
mendapat hukuman yang tidak ringan.
Sedangkan
Ibu Mega pada saat memimpin RI lebih banyak berpenampilan tenang dan tampak acuh
dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki
determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN,
kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh Nanggroe
Darussalam. Gaya kepemimpinan megawati yang antikekerasan itu kurang pas untuk
menyelesaikan permasalahan gerakan separatis yang kian menjadi. Megawati lebih
menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Beliau cukup lama dalam
menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu
keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi.
Gaya
kepemimpinan Ibu Megawati sangat menggambarkan bagaimana kebanyakan seorang
pemimpin wanita biasanya bertindak. Mengutip pernyataan dari Frans Seda: “Dia
punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa
fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah
Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak
terpikirkan sebelumnya.” Cukup demokratis, tapi pribadi Ibu Megawati dinilai
tertutup dan cepat emosional. Beliau agak alergi pada kritik. Komunikasinya
didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi misi
pemerintahannya
Dari
dua contoh kepemimpinan pria dan wanita diatas, secara umum gaya kepemimpinan
antara pria dan wanita memiliki beberapa perbedaan. Hal tersebut dikarenakan
naluri alamiah antara pria dan wanita adalah berbeda dan itu sering memberikan
warna pada karakter pria dan wanita dalam memimpin sebuah organisasi. Pada
hakekatnya tidak masalah apakah kita dipimpin oleh pemimpin pria ataupun
wanita, hanya saja sang pemimpin tersebut mampu mengakomodir kepentingan banyak
orang dan mampu memberikan keadilan bagi orang-orang yang mereka pimpin.