Rabu, 08 Januari 2014

Karakeristik Kepemimpinan Pria dan Wanita

Dimulai semenjak R.A Kartini memelopori gerakan emansipasi terhadap kaum wanita pada tahun 1911, para wanita mulai tergerak dan menyadari akan hak-hak mereka. Kini setelah emansipasi, para wanita tidak perlu lagi menjalani masa pingitan, didominasi oleh kaum pria, dan yang terlihat jelas hingga ke masa sekarang adalah mulai banyak kaum wanita yang menjalani profesi yang dulunya hanya dilakoni oleh laki-laki seperti menjadi pemimpin pada suatu perusahaan, atau bahkan menjabat posisi penting dalam pemerintahan.
Meskipun telah ada pengakuan akan persamaan derajat antara wanita dan laki-laki dalam beberapa aspek, tetap saja ada perbedaan akan suatu pekerjaan apabila ditangani oleh pria ataupun wanita. Perbedaan karakter keduanya menjadikan hasil dari suatu pekerjaan akan berbeda satu sama lain. Sebagai contoh dalam urusan memimpin, kaum laki-laki dianggap lebih tegas dan agresif dibandingkan pemimpin wanita.
Sementara itu pemimpin wanita kebanyakan dikenal lebih fleksibel dan sangat memahami bawahannya. Sifat alamiah gender ini tidak dapat dipungkiri memberi warna masing-masing bagi karakteristik kepemimpinan antara pria atau wanita. Perlu diperhatikan untuk saat ini sering kita jumpai pemimpin perusahaan atau organisasi yang bergender perempuan, bahkan posisi middle management pun telah banyak diisi oleh kaum wanita.
Seorang peneliti dari Amerika, pernah melakukan penelitian mengenai gaya kepemimpinan lelaki dan wanita, penelitian itu dilakukan untuk mengkaji keberhasilan dan pencapaian antara pria dan wanita, serta kedua-dua gender tersebut layak untuk memimpin. Keberhasilan dan pencapaiannya yang hampir setara terlihat tetapi yang mebedakannya adalah dari sudut cara atau prosesnya.
Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa pemimpin wanita lebih mengedepankan aspek komunikatif atau cenderung bergaya interatif. Pemimpin wanita juga selalu lebih cenderung untuk bertingkah laku secara demokratik dan mengambil bagian dimana mereka lebih menghormati dan prihatin terhadap pekerjanya atau bawahannya dan berbagi ‘kekuasaan’ serta perasaan dengan orang lain.
Sedangkan pemimpin pria menurut hasil penelitian tersebut lebih condong ke gaya kepemimpinan yang ‘asertif’ dimana segala sesuatunya harus sesuai dengan aturan dan agak otoritarian. Pemimpin pria juga jauh lebih banyak memberikan nasehat dan arahan pada bawahannya.
Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan contoh riil dari gaya kepemimpinan satu orang pemimpin pria dan satu orang pemimpin wanita untuk kita cermati. Pemimpin pria yang akan kita cermati adalah Presiden RI saat ini Susilo Bamban Yudhoyono dan pemimpin wanitanya adalah mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri yang merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai seorang pemimpin pria memiliki karakteristik pemimpin yang memiliki wibawa dihadapan bawahannya. Selama Indonesia dipimpin oleh beliau, kasus terorisme di tanah air mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan ketegasan dan komitmen yang kuat dari beliau untuk menjaga ketahanan dan keamanan di Indonesia.
 Menurunnya kasus terorisme di tanah air selama Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden Indonesia karena karakter pemimpin pria seperti yang telah disebutkan adalah cenderung asertif dan tunduk pada aturan yang berlaku serta ada kemungkinan mengarah ke kepemimpinan yang otoriter. Terbukti saat Susilo Bambang Yudhoyono memimpin, para terdakwa teroris tidak segan-segan diganjar hukuman yang berat. Hal ini berkebalikan dengan keadaan pada saat Ibu Megawati menjadi Presiden RI. Karena sifat keibuan dan karakter pemimpin wanita yang komunikatif, dalam artian banyak pertimbangan yang masuk ke Ibu Mega, maka pada saat Ibu Megawati menjadi presiden banyak terjadi kasus terorisme di tanah air karena para pelaku terorisme tidak dihukum dan dituntut seberat saat Presiden Susilo bambang Yudhoyono memimpin RI. Selain berhasil meredam teroris yang ada di Indonesia, Preside Susilo Bambang Yudhoyono juga berhasil meredakan konflik gerakan separatis yang sempat marak pada saat Ibu Mega menjadi presiden.
Namun pada saat periode kedua beliau sebagai presiden, Susilo Bambang Yudhoyono menjadi sedikit peragu dan lamban dalam mengambil keputusan. Hal ini barangkali disebabkan politik santun yang beliau anut sebagai bagian dari etika berpolitik Partai Demokrat. Politik santun yang dijalankan oleh Susilo Bambang Yudhoyono menjadikannya sebagai pemimpin pria yang soft. Bertolak belakang dengan karakter kepemimpinan Presiden Soeharto dimana seseorang atau sekelompok orang yang menghalangi niat dan tujuannya akan mendapat hukuman yang tidak ringan.
Sedangkan Ibu Mega pada saat memimpin RI lebih banyak berpenampilan tenang dan tampak acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh Nanggroe Darussalam. Gaya kepemimpinan megawati yang antikekerasan itu kurang pas untuk menyelesaikan permasalahan gerakan separatis yang kian menjadi. Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Beliau cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi.
Gaya kepemimpinan Ibu Megawati sangat menggambarkan bagaimana kebanyakan seorang pemimpin wanita biasanya bertindak. Mengutip pernyataan dari Frans Seda: “Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya.” Cukup demokratis, tapi pribadi Ibu Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Beliau agak alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi misi pemerintahannya
Dari dua contoh kepemimpinan pria dan wanita diatas, secara umum gaya kepemimpinan antara pria dan wanita memiliki beberapa perbedaan. Hal tersebut dikarenakan naluri alamiah antara pria dan wanita adalah berbeda dan itu sering memberikan warna pada karakter pria dan wanita dalam memimpin sebuah organisasi. Pada hakekatnya tidak masalah apakah kita dipimpin oleh pemimpin pria ataupun wanita, hanya saja sang pemimpin tersebut mampu mengakomodir kepentingan banyak orang dan mampu memberikan keadilan bagi orang-orang yang mereka pimpin.

Tidak ada komentar:

Follow This Blog